Kamis, 10 April 2008

SEKS BEBAS DAN DEKADENSI MORAL DI KALANGAN REMAJA KITA

Beberapa waktu lalu kita telah dikejutkan oleh hasil suatu penelitian bahwa ternyata hampr sebagian besar remaja kita telah melakukan hubungan seks bebas diluar nikah. Luar biasa...!! walaupun tidak banyak kalangan membahas tentang validasi data hasil penelitian tersebut, namun barangkali cukup bagi kita untuk menyadari bahwa inilah fenomena anak-anak muda Indonesia. Bagaimana kita meyikapi fenomena ini..? Apakah kita semakin naif menganggap bahwa masalah ini adalah masalah yang sudah “biasa” dan biasa-biasa saja dalam lingkup pergaulan anak-anak muda kita ? Wallahualam... tanyakan sendiri kepada diri teman-teman. Sementara kampus, keluarga, orang tua dan lingkungan pendidikan kita, bahkan agama sebagai nilai-nilai fundamental kehidupan kita, ibarat rumput yang bergoyang, tertiup angin ketidakberdayaan dalam menuntun arah anak-anak muda kita sekarang ini. Inikah yang disebut sebagai dekadensi moral itu ? sebuah zaman yang menafikan nilai, dan bagaimana seharusnya anak-anak muda kita, yang masih belum terkontaminasi pergaulan bebas itu, atau bagi anak-anak muda kita yang sudah terjerembab ke dalam pergaulan bebas itu, menyikapi dan menjadikan fenomena ini sebagai suatu cemeti kehidupan.

Fakta Seks Bebas Itu !

Aktivitas seks yang dilakukan oleh anak-anak muda kita memang dilihat dari bentuk kategori perilakunya. Para pakar mendefinisikan hubungan seks adalah hubungan intim yang dilakukan oleh dua insan yang di dorong oleh keinginan seksualitas (birahi). Pakar seksologi dan psikologi menggolongkannya kedalam tiga bagian yakni, kissing, peeting, dan macking. Kissing berarti berciuman, peeting berarti berpelukan dan macking berarti sudah bertemunya dua kelamin. Ketiga penggolongan perilaku sekssual tersebutlah yang disebut dengan hubungan seks itu. Dan ternyata memang faktanya anak-anak muda kita pernah melakukan kategori hubungan seks tersebut dalam berbagai skala dan intensitas. Bahkan untuk kategori golongan tertentu yakni kissing dan peeting, anak-anak muda kita “sudah biasa” melakukannya. Padahal dua kategori tadi adalah jalan elementer untuk mengarah kepada hubungan badan (macking). Inilah fakta obyektif itu. Dalam berbagai kasus pun diberbagai media-kita bahkan sering menyaksikan remaja-remaja kita terbiasa menikmati gambar-gambar syur, porno dan yang identik dengan itu dalam berbagai media seperti VCD,HP dan majalah. Bahkan tidak jarang adegan dan gambar yang ditampilka-pun adalah orang-orang yang barangkali dikenalnya. Sementara berbagai sarana dan langkah-langkah preventif dari berbagai pihak, untuk meminimalisir fenomena tersebut sampai hari ini terasa tidak cukup efektif memperbaiki perubahan dinamika perilaku mereka.

Rasionalisasi tentang “Hubungan Seks”sebagai solusi

Fakta hubungan seks itu memang nikmat, fakta juga bahwa seks merupakan anugerah kenikmatan yang terindah dan luar biasa yang diberikan Tuhan kepada hambanya. Hubungan seks ibarat candu yang tak akan pernah lekang bagi siapapun untuk terus dan terus melakukannya. Itulah logika manusiawi yang tak akan pernah bisa dibendung oleh siapapun dalam bentuk apapun untuk mengimplementasikan tingkat keintimannya kepada lawan jenis. Namun hubungan seks tetap harus terarah, benar dan harus pada tempat dan tuntunannya. Pernyataan terakhir tersebut barangkali sudah banyak disampaikan oleh para pakar, baik oleh pemuka agama, guru, orang tua, dan para ahli lainnya dalam berbagai bentuknya seperti ceramah, seminar, diskusi tentang pendidikan seks dan sebagainya. Namun sepertinya trend pergaulan anak-anak muda ya tetap saja seperti itu. Pacaran tanpa seks, ibarat sayur tanpa garam.

Oleh karenanya, walaupun agak pesimis, barangkali kita dapat memberikan nilai rasionalisasi bagi anak-anak muda kita tentang hubungan seks itu. Aspek rasionalisasi itu meliputi pertama, aspek kognitif. Hubungan seks haruslah dipahami sebagai sebuah hasil keputusan pemikiran yang benar-benar ditimbang secara masak-masak. Apabila temen-temen remaja kita merasa yakin perlu melakukannya, maka lakukannya dengan jaminan aktivitas tersebut benar-benar safe. Namun konsekwensi jika remaja kita mau mencium atau dicium oleh pacar atau lawan jenisnya secara seksual, maka sebenarnya seseorang itu sudah membuka borgolnya sendiri tentang arti sebuah kehormatan. Sebab sudah pasti ketika seseorang terbuka untuk dicium secara seksual, maka dengan sendirinya ia akan dengan cepat membuka dirinya untuk aktvitas seksual yang lebih dalam lagi. Jadi Nonsens apabila seseorang bisa menjaga organ seksualnya apabila ia sudah secara terbuka dan mau untuk dicium atau dicumbu secara seksual. Jadi hati-hatilah dalam mengambil keputusan. Kedua. Afektif. Ingatlah hubungan seks itu adalah hubungan suci. Begitu maha cerdasnya Allah SWT membuat proses terjadinya manusia melalui hubungan yang suci tersebut. Oleh karena itu, apabila remaja-remaja kita melakukan hubungan seks diluar nikah, maka bayangkanlah wajah kedua orang tua kita itu pada saat anda melakukannya. Bayangkan pula adik-adik perempuan atau laki-laki kita di rumah, bayangkanlah guru-guru kita yang tak kenal lelah selalu membimbing kita kearah yang benar, bayangkanlah anda menatap Alqur,an atau kitab suci lainnya disebelah anda ketika anda melakukannya. Bayangkanlah setiap gerakan-gerakan erotis dalam aktivitas hubungan seksual anda, itu pasti dicatat oleh malaikat disebelah anda. Ia mencatat menilai setiap detail dan jengkal bahkan nafas anda yang terengah-engah itu. Persis sama ketika juri Indonesia Idol menilai para kontestan Indonesia idol. Padahal jika itu anda lakukan setelah anda menikah, setiap gerakan dan desah nafas anda adalah ibadah. Itulah pilihan rasional. Temen-temen remaja mau nggak menikah. Buang pandangan konvensional, bahwa menikah muda bahkan masih sekolah adalah menghambat masa depan dan karir serta kehidupan kita kelak. Justru sebaliknya apa yang temen-temen lakukan sekarang justru tidak ada jaminan bahwa kedepan temen-temen semua akan menjadi baik. Iya kan. Jadi kalo mau sekolah ya sekolah aja. Kalo mau sekolah sambil melakukan hubungan seksual, ya harus milih. Mending nikah dulu terus kalo mau nerusin sekolah, nggak usah kuatir, hari gini pendidikan kita sudah semakin modern dan sudah banyak pendidikan kita yang mengabaikan status sudah menikah atau belum bahkan ada home scholling.

Remaja kita memang tidak sepenuhnya salah, mereka ibarat orang-orang yang kelaparan. Mereka menginginkan santapan lezat. Sementara santapan itu tidak pernah cukup mengeyangkan mereka. Orang tua sudah super sibuk. Enggak kaya nggak miskin tetap kalo ngobrol soal dunia anak muda mereka pakai ukurannya sendiri. Para pakar, guru memberi santapan memang banyak, bahkan terlalu banyak, namun makanan dan lauk pauknya terasa nggak enak, karena salah mengolahnya. Bahkan terkadang kita para remaja dijejali makanan yang tak sesuai dengan porsi mulut kita, akibatnya makanan itu kita muntahkan lagi. Nah makanan yang paling membuat mereka menemukan jati dirinya adalah televisi dan komunikasi serta teknologi informasi seperti Internet yang memberikan alternatif santapan lezat. Tayangan pendidikan yang isinya bukan pelajaran tapi pacaran, tayangan religi yang isinya mistis, tayangan konflik keluarga yang isinya mimpi dan sebagainya. Akhirnya remaja-remaja kita hidup dalam keterawangan dan dunia yang mereka lihat sebagai agama baru bagi mereka. Ya Televisi dan komunikasi itu sebagai agama baru mereka. Itulah yang pada akhirnya menjadikan moral mereka bergeser dari mengacu kepada nilai-nilai agama, menjadi televisi dan budaya pergaulan sebagai agama baru mereka.dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah SBY dengan memblok situs-situs porno sebagai media yang menstimulasi demoralisasi bangsa itu adalah hanyalah oase di gurun keprihatinan kita terhadap generasi muda kita.



Tidak ada komentar: